Minggu, 11 April 2010

IMPLEMENTASI PERDA PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

oleh : dr.Yunike RH

B A B I
PENDAHULUAN



Dewasa ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional secar global tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.
Paradigma baru ini berpengaruh besar antara lain terhadap hak dan peran perempuan sebagai subyek dalam ber-KB. Perubahan pendekatan juga terjadi dalam penanganan kesehatan ibu dan anak, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, serta kesehatan reproduksi usia lanjut, yang dibahas dalam konteks kesehatan dan hak reproduksi. Dengan paradigma baru ini diharapkan kestabilan pertumbuhan penduduk akan dicapai dengan lebih baik.
Di tingkat internasional (ICPD Kairo,1994) telah disepakati definisi kesehatan reproduksi dengan begitu setiap orang berhak dalam mengatur jumlah keluarganya, termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain itu hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi anak, kesehatan remaja dan lain-lain perlu dijamin.
Indonesia sebagai salah satu negara yang berpartisipasi dalam kesepakatan global tersebut telah menindaklanjuti dengan berbagai kegiatan. Luasnya ruang lingkup permasalahan kesehatan reproduksi di Indonesia seperti rendahnya pemenuhan hak-hak reproduksi ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Bawah Lima Tahun (AKBalita). Masalah lainnya adalah masalah kesehatan reproduksi perempuan, termasuk perencanaan kehamilan dan persalinan yang aman secara medis, dll setidaknya diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain adalah tidak adanya arah kebijakan yang jelas dari pemerintah terhadap jalannya pembangunan nasional, dan perlu melibatkan semua fihak yang terkait yaitu lintas program, lintas sektoral dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kemudian, untuk mengatasi permasalahan tersebut, ditindak lanjuti dengan diselenggarakannya Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi pada bulan mei 1996 di Jakarta yang melibatkan seluruh sektor terkait, LSM termaasuk organisasi perempuan, organisasi profesi, perguruan tinggi serta lembaga donor, dan salah satu yang disepakati adalah pembentukan komisi kesehatan reproduksi sebagai wadah kordinasi dalam upaya kesehatan reproduksi yang terintegrasi, dan terdiri dari empat kelompok kerja (Pokja) sebagai berikut : a. Pokja Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, b. Pokja Keluarga Berencana, c. Pokja Kesehatan Reproduksi Remaja, d.Pokja Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut.
Konsep dan pedoman-pedoman tentang kesehatan reproduksi sejak tahun 2000 telah disosialisasikan kesseluruh provinsi dengan harapan dapat diimplementasikan melauli sumber dana yang ada di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.
Uji coba implementasi program PKRE yang terpadu dilaksanakan di 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sumatera Selatan yang mencakup seluruh kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut dengan bantuan dari UNFPA sejak tahun 2001.
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat telah membentuk komisi kesehatan reproduksi sebagai keberlanjutan dari kesepakatan nasional, menerapkan pelayanan kesehatan reproduksi yang dilaksanakan secara terpadu, berkualitas, dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan melalui paket pelayanan kesehatan reproduksi tersebut diatas.
Pemerintahan Daerah Kabupaten Tasikmalaya mengeluarkan sejumlah kebijakan yang selanjutnya dituangkan dalam Perda-Perda,diantaranya kebijakan penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi dan lain sebagainya. Itu semua adalah untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas tentunya, berdasarkan data bahwa Kematian ibu melahirkan di Kabupaten Tasikmalaya mencapai angka 36 jiwa terhitung jumlah data tahun 2009 hingga Agustus, yang disebabkan kurangnya pengetahuan kesadaran dan pelayanan kesehatan reproduksi pada masyarakat. Perda ini adalah satu-satunya perda tentang kesehatan reproduksi yang dikeluarkan oleh setingkat kabupaten/kota se Indonesia, itulah sebabnya saya tertarik untuk membahas masalah tersebut.

B A B I I
PERMASALAHAN


Kematian ibu melahirkan di Kabupaten Tasikmalaya mencapai angka 36 jiwa terhitung jumlah data tahun 2009 hingga Agustus, yang disebabkan kurangnya pengetahuan kesadaran dan pelayanan kesehatan reproduksi pada masyarakat.
Penyebab terjadinya kematian selain kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi juga disebabkan karena pendarahan yang cukup banyak sehingga ibu melahirkan tersebut lemah akibat kehabisan darah yang berujung pada kematian.
Sementara itu angka kematian pada bayi di kabupaten Tasikmalaya mencapai 203 jiwa bayi yang terlahir tidak bernyawa yang disebabkan kurangnya asupan gizi dan tidak maksimalnya pelayanan kesehatan pada ibu hamil.
Oleh karena itu perlu adanya peraturan daerah yang memfokuskan permasalahan kesehatan reproduksi agar angka kematian pada ibu melahirkan termasuk pelayanan kesehatan sejak janin hingga lanjut usia terjamin. Makanya perlu ada peraturan yang dapat menekan angka kematian pada ibu melahirkan dan kematian bayi. Angka kematian tersebut diharapkan bisa ditekan dengan keberadaan peraturan daerah tentang kesehatan reproduksi sebagai upaya strategis pengaturan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Peraturan daerah kesehatan reproduksi akan menurunkan jumlah angka kematian ibu hamil atau melahirkan dan angka kematian pada bayi sehingga angka harapan hidup di kabupaten Tasikmalaya dapat meningkat.
Namun demikian angka kematian ibu melahirkan disebabkan karena masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi akibat berbagai kendala salah satunya sulit mendapatkan informasi pengetahuan kesehatan. Disamping itu juga disebabkan faktor ekonomi, pendidikan, sosial serta trasportasi. Namun angka kematian ibu melahirkan termasuk bayi yang meninggal tahun 2009 di Kabuapten Tasikmalaya mengalami penurunan dari data BPS tahun 2008. Tahun 2008 kematian ibu melahirkan sebanyak 46 jiwa, dari beberapa penyebab pendarahan sebanyak 17 kasus, eklampsi 10 kasus, infeksi tiga kasus, dan faktor penyakit lainnya yang menyebabkan kematian sebanyak 16 kasus.

Dan data tahun 2008 jumlah kematian bayi sebanyak 336 kasus. Hal ini disampaikan oleh Bupati Kabupaten Tasikmalaya.
Dinas Kesehatan (Dinkes) kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat (Jabar) diharapkan memiliki peraturan daerah (Perda) tentang kesehatan reproduksi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menekan angka kematian ibu melahirkan dan bayi. Perda Kesehatan Reproduksi merupakan aturan dan pedoman penyelenggaraan kesehatan di tingkat kota maupun kabupaten yang menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban serta terlayaninya informasi kesehatan reproduksi yang berkualitas kepada masyarakat. Selain itu keberadaan Perda Kesehatan Reproduksi juga menjadi upaya untuk meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan reproduksi untuk memberikan jaminan kesehatan dan layanan yang layak kepada masyarakat. Di Provinsi Jabar bahkan di tingkat kabupaten di Indonesia baru Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki Perda Kesehatan Reproduksi yaitu Perda Nomor 9 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi yang dilakukan secara insiatif oleh DPRD Kabupaten Tasikmalaya periode 2004-2009.
Perlu dibanggakan karena dilakukannya secara inisiatif, diharapkan kota dan kabupaten lain bisa membuat Perda ini. Perda tersebut menjamin pembangunan daerah yang diarahkan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas serta memberikan pelayanan kesehatan sejak dini saat janin masih dalam kandungan ibu, masa awal pertumbuhan hingga lanjut usia.
Selain itu Perda tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yakni setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan dan mendapatkan informasi dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi. Pelaksanaannya seperti rekrutmen tenaga kesehatan, pengelola pelayanan, pemantauan program yang menjamin terlaksananya pelayanan dan tersedianya sarana dan prasarana sesuai standar masih terkendala masalah pendanaan.
Sehingga tinggal implemetasinya yang berkaitan dengan ketersediaan dana untuk memfasilitasi input dan proses bagi terselenggaranya tugas dan tanggung jawab pemerintah, diharapkan semua daerah di Provinsi Jawa Barat membuat Perda kesehata reproduksi seperti di Kabupaten Tasikmalaya,menurut Kadinkes Provinsi Jabar dr Alma Lucyati dalam seminar Implementasi Peraturan Derah Tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Tasikmalaya, .

B A B I I I
PEMBAHASAN


KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL KESEHATAN REPRODUKSI DI INDONESIA
Dalam rangka mencapai tujuan kesehatan reproduksi perlu disusun kebijakan dan strategi umum yang dapat memayungi pelaksanaan upaya seluruh komponen kesehatan reproduksi di Indonesia. Upaya penanganan kesehatan reproduksi harus dilaksanakan dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya/ norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan untuk peningkatan kualitas hidup manusia.
A.Kebijakan Umum
1. Menempatkan upaya kesehatan reproduksi menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional
2. Melaksanakan percepatan upya kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak reproduksi ke seluruh Indonesia
3. Melaksanakan upaya kesehatan reproduksi secara holistic dan terpadu melalui pendekatan siklus hidup
4. Menggunakan pendekatan keadilan dan kesetaraan gender di semua upaya kesehatan reproduksi
5. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas bagi keluarga miskin
B. Strategi Umum
1. Menempatkan dan memfungsikan Komisi Kesehatan Reproduksi (KRR) pada tingkat Menteri Koordinasi serta membentuk KRR di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
2. Mengupayakan terbitnya peraturan perundangan di bidang kesehatan reproduksi.
3. Meningkatkan advokasi, sosialisasi dan komitmen politis di semua tingkat.
4. Mengupayakan kecukupan anggaran/ dana pelaksanaan kesehatan reproduksi.
5. Masing-masing penanggungjawab komponen mengembangkan upaya kesehatan reproduksi sesuai ruang lingkupnya dengan menjalin kemitraan dengan sector terkait, organisasi profesi dan LSM.
6. Masing-masing komponen membuat rencana aksi mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan.
7. Mengembangkan upaya kesehatan reproduksi yang sesuai dengan masalah spesifik daerah dan kebutuhan setempat, dengan memanfaatkan proses desentralisasi.
8. Memobilisasi sumber daya nasional dan internasional baik pemerintah dan non pemerintah.
9. Menyediakan pembiayaan pelayanan kesehatan reproduksi melalui skema Jaminan Sosial Nasional.
10. Melakukan penelitian untuk pengembangan upaya KR
11. Menerapkan Pengarus-utamaan Gender dalam bidan KR
12. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi untuk kemajuan upaya KR.
C. Penjabaran Strategi
Kegiatan yang perlu dilakukan sebagai penjabaran strategi diatas dapat dikategorikan dalam tiga kelompok sebagai berikut;
1. Manejemen Program
Setiap komponen program kesehatn reproduksi perlu :
a. Menyusun :
i.kebijakan dan strategi yang mengakomodasikan keterpaduan dengan komponen kesehatan reproduksi lainnya.
ii.Standar pelayanan masing-masing komponen sesuai dengan kebijakan dan strategi program.
iii.Instrumen untuk memantau (indicator) kemajuan program.
b. Mengupayakan penerapan program secara luas dan merata.
c. Memantau dan mengevaluasi kemajuan program.
2. Pelayanan
Setiap komponen Program Kesehatan Reproduksi dilaksanakan mengikuti standar pelayanan yang menampung aspek kesehatan reproduksi lainnya yang relevan.
a. Kesehatan Ibu dan Anak
i.Pelayanan antenatal, persalinan dan nifas memasukkan unsure pelayanan pencegahan dan penaggulangan IMS serta melakukan motivasi klien untuk pelayanan KB dan memberikan pelayanan KB postpartum. Dalam pertolongan persalinan dan penanganan bayi baru lahir perlu diperhatikan pencegahan umum terhadap infeksi,
ii.Pelayanan pasca abortus memasukkan unsure pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS serta konseling/ pelayanan KB pasca-abortus.
iii.Penggunaan buku KIA sejak ibu hamil sampai anak umur 5 tahun.
iv.Pelaksanaan kunjungan neonatal.
v.Pelayanan kesehatan neonatal esensial yang meliputi perawatan neonatal dasar dan tatalaksana neonatal balita sakit.
vi.Pendekatan MTBS bagi balita sakit
vii.Pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang anak.
b. Keluarga Berencana
i.Pelayanan KB memasukkan unsure pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS.
ii.Pelayanan KB difokuskan selain kepada sasaran muda usia paritas rendah (mupar) yang lebih mengarah kepada kepentingan pengendalian populasi, juga diarahkan untuk sasarandengan penggarapan “4 terlalu” (terlalu muda, terlalu banyak, terlalu sering, dan terlalu tua untuk hamil).
c. Pencegahan dan Penanggulangan IMS, termasuk HIV/AIDS.
Pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk HIV-AIDS dimasukkan ke dalam setiap komponen pelayanan kesehatan reproduksi.
d. Kesehatan Reproduksi Remaja
i.Pelayanan kesehatan reproduksi remaja terfokus pada pelayanan KIE/konseling dengan memasukkan materi-materi family life education (yang meliputi 3 kompunen diatas).
ii.Pelayanan kesehatan reproduksi remaja memperhatikan aspek fisik agar remaja, khususnya remaja putrid, untuk menjadi calaon ibu yang sehat.
iii.Pelayanan KRR secara khusus bagi kasus remaja bermasalah dengan memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan masalahnya.
e. Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut
Pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut lebih ditekankan untuk meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. Dalam kesehata reproduksi usia lanjut, focus diberikan kepada pelayanan dalam mengatasi masalah menopause/ andropause, antara lain pencegahan osteoporosis dan penyakit degenerative lainnya.
3. Kegiatan Pendukung
a. Masalah social yang berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi adalah pemberdayaan perempuan dimana didalamnya tercakup :
i.Peningkatan kualitas hidup Perempuan
ii.Terlaksananya pengarusutamaan gender (PUG) diseluruh tingkat dan sector pemerintahan
iii.Perwujudan kesetaraan dan keadilan gender
iv.Penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Untuk mengatasi masalah ini perlu pelaksanaan secara lintas program dan lintas sektoral dengan kementrian pemberdayaan perempuan sebagai penanggung jawab
b. Advokasi, sosialisasi dan mobilisasi social
c. Kordinasi lintas sektoral
d. Pemberdayaan masyarakat
e. Logistik
f. Peningkatan ketrampilan petugas
g. Penelitian dan pengembangan
Agar kebijakan, strategi dan program kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi dapat dilaksanakan dengan baik maka pemerintah kabupaten/ kota harus memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan rakyatnya, salah satunya dengan menyusun Peraturan Daerah.
Salah satu tujuan disusunnya Undang-undang adalah untuk memberi jaminan atas kepastian hukum serta terpenuhinya prinsip-prinsip perlindungan dan keadilan bagi masyarakat secara luas, demikian juga Peraturan Daerah UU No.32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa daerah memiliki kewenangan yang otonom untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Daerah punya wewenang untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) yang ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan di tingkat daerah tersebut serta mengoptimalkan proses partisipasi atau keterlibatan masyarakat yang lebih luas. Berkaitan dengan Kesehatan Reproduksi, masih sedikit daerah yang menunjukkan adanya perhatian khusus yang diwujudkan dengan menyusun Perda, dan Kabupaten Tasikmalaya adalah satu-satunya kabupaten/ kota di Indonesia yang telah memiliki Perda tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NO.9 THN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DI KABUPATEN TASIKMALAYA
Pembangunan daerah diarahkan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang beriman, bertakwa, berakhlakul karimah serta sejahtera lahir batin serta spiritual, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tentram, dan rasa keadilan bagi generasi saat ini dan juga generasi mendatang.
Bahwa kesehatan reproduksi merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Bahwa pembangunan sumber daya manusia harus dimulai sejak dini yakni pada saat janin masih dalam kandungan ibu, masa awal pertumbuhannya dan terus berlanjut hingga anak, remaja dan lanjut usia.
Bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka perlu dibentuk peraturan daerah Kabupaten Tasikmalaya tentang penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Tasikmalaya.
Dasar Hukum
1. UU No.14 thn 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat
2. UU No.1 thn 1974 tentang perkawinan
3. UU No.7 thn 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan
4. UU No.10 thn 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
5. UU No.23 thn 1992 tentang Kesehatan
6. UU No.13 thn 1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut
7. UU No.39 thn 1999 tentang Hak Asasi Manusia
8. UU No.23 thn 2002 tentang Perlindungan Anak
9. UU No.10 thn 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang
10. UU No.23 thn 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
11. UU No.29 thn 2004 tentang Praktek Kedokteran
12. UU No.32 thn 2004 tentang Pemerintah Daerah
13. UU No.33 thn 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
14. PP No.4 thn 2006 tentang Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
15. PP No.38 thn 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota
16. INPRES No.1 thn 1995 tentang Kompilasi Hukum Islam
17. INPRES No.9 thn 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
18. KepMenKes No.433/MENKES/SK/V/1998 tentang Komisi Kesehatan Reproduksi
19. KepMen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah RI No.53 thn 2000 tentang Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga
20. Keputusan Bersama 3 Menteri dan Kapolri No.14/ Meneg Pemberdayaan Perempuan/ Dep.V/X/2002, No.1329/MENKES/SKB/X/2002. No.75.HUK/2002.No.Pol B/3048/2002 tentang Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
21. KepMenKes No.900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan
22. Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya No.11 thn 2005 tentang Tata Cara Teknik Penyusunan Produk Hukum Daerah Kabupaten Tasikmalaya
23. Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya No.4 thn 2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immuno Defisiensy Syndrome (AIDS)
24. Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya No.8 thn 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Tasikmalaya

Isi Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Tasikmalaya
BAB ISI
BAB I Ketentuan Umum Pasal 1
Dalam ketentuan umum, semua yang dijelaskan merupakan suatu definisi dari materi yang menjadi obyek hukum dalam Perda tersebut. Yaitu Definisi mengenai Daerah, Pemerintah Daerah, Bupati, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kesehatan Reproduksi, Remaja, Kemitraan dukun Paraji, Gender, Korban, Kekerasan berbasis Gender, Pemberi layanan, Kelompok remaja di masyarakat, Kesehatan usia lanjut, Pendidikan formal, IMS, Testing IMS, Surveilans IMS, Informed Consent, Skreening, Konselor, kelompok rawan, Kelompok resiko tinggi, HIV-AIDS, Pro Justicia,Lanjut usia potensial, Lanjut usia tdk potensial, Perlindungan social, Bantuan social, Pemeliharaan taraf kesejahteraan social, pemberdayaan, PKRET, PKRK,PONED, PONEK,Polindes, dan Universal Precaution.
BAB II
Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Pasal 2
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) terdiri dari: a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, b.Pelayanan Keluarga Berencana, c.Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja, d.Pelayanan penanggulangan Infeksi Menular Seksual dan Infeksi saluran Reproduksi, e.Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut, dan f.Kesehatan Korban Kekerasan Berbasis Gender
BAB III
Arah dan Tujuan Pasal 3
Diarahkan pada terwujudnya Penduduk Kabupaten Tasikmalaya yang tumbuh seimbang dan peningkatan kualitas penduduk pada seluruh dimensi kehidupan.
Pasal 4
Bertujuan untuk mewujudkan agar setiap penduduk dari generasi ke generasi sepanjang masa beriman dan bertaqwa, hidup sehat, sejahtera, produktif dan harmonis dengan lingkungannya serta menjadi sumber daya manusia yang berkualitas
BAB IV
Hak dan Kewajiban Pasal 5
Setiap orang berhak menjalani kehidupan reproduksi, menentukan kehidupan reproduksi, memutuskan dan bertanggung jawab, memperoleh KIE, mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama
Pasal 6
Setiap orang berkewajiban untuk turut serta dalam memelihara dan meningkatkan deraja kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungannya. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peran serta masyarakat diatur lebih lanjut oleh bupati
BAB V
Tugas dan Tanggung jawab Pasal 7
Pemerintah Daerah dan masyarakatbertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan reproduksi, memfasilitasi ketersediaan pelayanan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu dan terjangkau masyarakat.
Setiap pelayanan kesehatan reproduksi bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitative
BAB VI
Pelayanan Kesehatan Ibu, Bayi baru lahir, bayi dan anak Pasal 8
Pemerintah Daerah menyelenggarakan upaya agar perempuan dapt menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman dan bayi yang dilahirkan hidup sehat sehingga AKI dan AKB/AKABA dapat diturunkan
Pasal 9
Pelayana Kesehatan Ibu dan Anak meliputi:a.Pelayanan kesehatan Ibu dan bayi baru lahir yg berkualitas dan pelayanan pertolongan kegawatdaruratan pelayanan pertama, gawatdarurat obstetric baik di polindes maupun Puskesmas,b.PONED di empat wilayah Puskesmas,c.PONEK di RS Kabupaten,d.Pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas oleh petugas kesehatan yang kompeten dan terampil
Pasal 10
Pemerintah Daerah wajib:a.menciptakan kemitraan efektif, b.memfsilitasi kemitraan, c.menjalin dan meningkatkan kemitraan, d.mendorong masyarakat untuk berpean aktif
Pasal 11
Setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 bulan
Pasal 12
Setiap bayi dan anak berhak mendapatkan imunisasi lengkap
Pasal 13
a.Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab sehingga tumbuh kembang sehat dan optimal,b.memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan social
BAB VII
Perencanaan Kehamilan melalui program Keluarga Berencana Pasal 14
Keluarga Berencana untuk mewujudkan penduduk yang tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas
Pasal 15
1.Kebijakan Perencanaan kehamilan, bertujuan membantu mengambil keputusan hak reproduksi, 2.Tujuan lain dalam kebijakan perencanaan kehamilan, 3.Tujuan kebijakan tersebut tidak untuk promosi aborsi sebagai perencanaan kehamilan
Pasal 16
1.Kebijakan memperhatikan norma-norma agama, tata nilai,serta kondisi perkembangan social ekonomi dan budaya, 2.ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Pemerintah Kabupaten
Pasal 17
Pemerintah Daerah wajib meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan kontrasepsi
BAB VIII
Kesehatan Reproduksi Remaja Pasal 18
Kebijakan KRR:a.Menciptakan lingkungan remaja mendapatkan informasi dan layanan kesehatan reproduksi,b.Upaya KRR memberi manfaat untuk mendukung derajat kesehatan remaja,c.Upaya KRR melalui pendidikan formal maupun nonformal,d.dilaksanakan secara terkordinasi dan berkesinambungan melalui prinsip kemitraan dengan pihak terkait serta mampu membangkitkan dan mendorong keterlibatan dan kemandirian remaja
Pasal 19
Strategi KRR:a.Pembinaan KRR sesuai tumbuh kembang,b.Pelaksanaan KRR dilakukan Lintas program dan lintas sektor,c.Pemberian Pelayanan KRR melalui penerapan PKPR,d.Pembinaan KRR melalui pola intervensi,e.Pelaksanaan pendidikan KRR melalui mata pelajaran khusus,f.Remaja luar sekolah melalui kelompok remaja di masyarakat
Pasal 20
Pemerintah daerah, LSM, swasta,masyarakat,termasuk orangtua bertanggungjawab dalam melakukan edukasi dan informasi mengenai KRR agar mampu hidup sehat bertanggungjawab
BAB IX
Pencegahan,
Penanggulangan dan Perlindungan IMS Bagian Pertama; Pencegahan
Pasal 21
1.Upaya pencegahan penularan IMS dilakukan sejak pra nikah dan pasca nikah, 2.Pra nikah dititikberatkan pada kelompok remaja lingkungan sekolah maupun diluar sekolah 3.Pasca nikah dilakukan pada masa hamil, bersalin dan nifas,juga pada pasangannya
Bagia kedua;Penanggulangan
Pasal 22
1.Dasar upaya penanggulangan IMS,2.Tugas penanggulangan IMS,3.Kewajiban Pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan IMS
Bagian ketiga;Perlindungan
Pasal 23
Pemda wajib mengembangkan kebijakan yang menjamin efektifitas usah pencegahan dan penanggulangan IMS
Pasal 24
1.Testing IMS dilakukan sukarela,2.seluruh fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menolak pasien IMS,3.Informasi status IMS wajib dirahasiakan kecuali hal tertentu,4.Data IMS tidak membuka identitas orang yang terkena IMS,5.Informasi hanya dibuka pada pasangan seksual atau mitra pengguna jarum suntik,6.Status IMS boleh dibuja atas persetujuan kedua belah pihak
Pasal 25
Hal-hal yang tidak boleh dilakukan jika seseorang mengetahui dirinya terinfeksi IMS
Pasal 26
Kelompok rawan, kelompok/individu yang beresiko tinggi wajib memeriksakan kesehatan secara rutin
BAB X
Kesehatan Lanjut Usia Pasal 27
Pelayanan Kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lansia, dengan penyuluhan dan penyebarluasan informasi, kuratif dan suportif untuk penyakit terminal,dan bagi yang tidak mampu diberi keringanan
Pasal 28
Lansia punya hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, diberi hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial,dan mendapatkan kemudahan bagi lansia tidak potencial maupun lansia potencial
Pasal 29
Lansia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,dan berkewajiban sesuai dengan peran dan fungsinya
Pasal 30
Pemda bertugas mengarahkan,membimbing,dan menciptakan suasana yang menunjang terlaksananya upaya peningkatan kesejahtraan sosial lanjut usia
Pasal 31
Pemda,masyarakat dan keluarga bertanggungjawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia
Pasal 32
Pemberdayaan lansia agar tetap dapat melanjutkan fungsi sosialnya dan berperan aktif
Pasal 33
Pemberdayaan ditujukan pada lansia potencial dan tidak potencial melalui upaya peningkatan kesejahteraan sosial
Pasal 34
Upaya-upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lansia potencial
Pasal 35
Upaya-upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lansia tidak potensial
BAB XI
Pelayanan Kesehatan Korban Kekerasan Berbasis Gender Pasal 36
Pelayanan kesehatan meliputi pemeriksaan, pengobatan, pelayanan kehamilan dan persalinan serta pelayanan lain sesuai kebutuhan korban di sarana kesehatan milik pemda dan atau swasta
Pasal 37
Pelayanan kesehatan bagi korban kekerasa berbasis gender diselenggarakan dengan asas kesetaraan, keterpaduan,keputusan mandiri, kerahasiaan dan perlindungan
BAB XII
Komisi Kesehatan Reproduksi Pasal 38
1.Komisi kespro untuk mengefektifkan kegiatan kespro,2.melakukan kordinasi,kerjasama secara terpadu dengan semua fihak serta melibatkan partisipasi masyarakat,3.menjelaskan tugas komisi kespro kab.Tasikmalaya,4.ketentuan lebih lanjut diatur dan ditetapkan oleh Bupati

BAB XIII
Sumber Pembiayaan Pasal 39
Pembiayaan bersumber dari: APBD Kab,APBD Prop.Jabar,APBN, sumber dana lain yang sah menurut perundang-undangan
BAB XIV
Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi Pasal 40
Setiap orang atau badan atau organisasi yang sengaja tidak melakukan pelayanan peningkatan kesehatan reproduksi diancam pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak lima juta rupiah
BAB XV
Ketentuan Penyidikan Pasal 42
Penyidikan terhadap pelanggaran dilaksanakan oleh Penyidik Polri dan atau Penyidik PNS sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
BAB XVI
Ketentuan Penutup Pasal 43
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Perda ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur dan ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati
Pasal 44
Perda ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Strategi program yang bisa dikembangkan dalam program Kesehatan Reproduksi adalah beberapa hal berupa: Pembentukan Komisi Kesehatan Reproduksi dengan tujuan mengembangkan seluas-luasnya pusat informasi dan pelayanan Kesehatan Reproduksi, mengembangkan media informasi dan pendidikan, mengintegrasikan program Kesehatan Reproduksi ke dalam program Lain seperti Pendidikan, Agama, Pemberdayaan Ekonomi, Kependudukan, memperkuat jaringan dan sistem rujukan ke pusat pelayanan kesehatan yang relevan, memperkuat pelayanan dan informasi bagi masyarakat termasuk meningkatkan perlindungan bagi perempuan juga untuk menghindari segala upaya eksploitasi dan kekerasan anak dan remaja. Juga melaksanakan penelitian atau riset tentang Kesehatan Reproduksi dan kebijakan hak-hak reproduksi dan mengembangkan advokasi dengan isu pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi.



B A B V
KESIMPULAN


Tidak diragukan bahwa Perda tentang Penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi di daerah sangat dibutuhkan, namun demikian Perda bukanlah sebuah mukjizat dari langit yang dapat menyelesaikan masalah-masalah Kesehatan Reproduksi. Keberadaan Perda tentang penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Tasikmalaya mempunyai keterbatasan di dalam dirinya sendiri, terutama jika dibandingkan dengan acuan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam “Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia” , yaitu :
1. Pelaksanaan upaya kesehatan reproduksi secara holistik dan terpadu melalui pendekatan siklus hidup, tidak tercantum
2. Kebijakan Pemberdayaan Perempuan tidak disinggung hanya masalah kekerasan berbasis gender saja
3. Penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas bagi keluarga miskin tidak dibahas
4. Permasalahan aborsi, hukum yang mengikat mengenai kemitraan dukun paraji tidak di bahas secara jelas
5. Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi hanya diterapkan pada masalah tertentu saja, sedangkan komponen lainnya tidak dilindungi dengan sanksi




B A B V
S A R A N

Keterbatasan Perda bukan alasan untuk tidak menyediakan peraturan di tingkat daerah. Keterbatasan itu dapat diantisipasi dengan menggunakan Perangkat hukum lain yang dituangkan dalam Peraturan Bupati. Karena persoalan kesehatan reproduksi tidak berdiri sendiri diurus oleh bidang kesehatan saja, tetapi berkaitan dengan bidang lain seperti pendidikan, Agama, Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Ekonomi